Rabu, 26 September 2012

al-Ashur al-ḥurum ( Bulan-bulan yang dimuliakan



al-Ashur al-ḥurum adalah kata dari bahasa Arab yang memiliki arti bulan-bulan yang di muliakan. Kata mulia pada mulanya berarti “terhormat”. Sesuatu yang dihormati biasanya lahir akibat penghormatan terhadap aneka larangan. Jika menghormati orang tua maka tidak boleh untuk memperlakukanya seperti sahabat atau teman, dari sini kata mulia diartikan dengan “larangan”. Bulan mulia adalah bulan yang harus dihormati karena itu terdapat sekian banyak hal yang terlarang dilakukan pada bulan-bulan tersebut.[1]
 Pengertian semacam ini dapat di ambil dari penjelasan surah al-Baqarah ayat 194, 217 al-Maidah ayat 2, 97 dan surah al-Taubah ayat 5 menyangkut adanya beberapa bulan yang dimuliakan dalam surah al-Taubah ayat 36 lebih di tegaskan lagi degan mengunakan lafaḍ Arba’atun Hurum yakni empat bulan mulia dengan menjelaskan pula bahwa bilangan bulan dalam setahun yang terkadang oleh kaum musyrikin ditambahkan atau diputar balikan tempatnya berjumlah dua belas bulan dalam setahun.
Di katakan bulan mulia karena pada bulan-bulan ini Allah lebih melarang segala bentuk perbuatan zalim dari pada bulan-bulan lain disebabkan betapa mulianya bulan ini.[2] Sebagaimana Allah mengmuliakan tanah Makkah dengan keterangan hadis sesungguhnya Makkah telah dimuliakan Allah pada saat Dia menciptakan langit dan bumi. Makkah dimuliakan dengan pengmuliaan Allah hingga hari kiamat. Firman Allah Ta’aladi antaranya empat bulan mulia”.[3]  Di antara bulan ini pun terdapat bulan yang biasa dimuliakan oleh bangsa arab, yaitu bulan yang disepakati oleh kebanyakan mereka kecuali oleh segolongan di antara mereka yang dikenal dengan golongan al-Busul. Mereka mengmuliakan delapan bulan dalam setahun sebagai pengmuliaan yang memperberat dan mempersulit. Selanjutnya di sini Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya batas yang tidak dapat ditambah atau dikurangi menyangkut bilangan bulan di sisi Allah.
Imam Nawawi  ra dalam Syarah Muslim mengatakan : “Kaum muslimin telah sepakat bahwa empat bulan mulia seperti termaktub dalam hadits, tetapi mereka berselisih cara mengurutkannya. Sekelompok penduduk Kufah dan Arab mengurutkan : Dhu al-Qa’dah, Dhu al-ḥijjah, Muḥarram dan Rajab, agar empat bulan tersebut terkumpul dalam satu tahun. Ulama Madinah, Basrah dan mayoritas ulama mengurutkan, Dhu al-Qa’dah, Dhu al-ḥijjah, Muḥarram dan Rajab, tiga berurutan dan satu bulan tersendiri (Rajab).
Apabila berbicara mengenai al-Ashur al-ḥurum hal ini tidaklah lepas dari beberapa bulan yang di muliakan, karena al-Ashur al-ḥurum adalah istilah yang di gunakan untuk menyebut  bulan-bulan mulia  yang terdiri dari empat bulan dari dua belas bulan. Dalam surah al-Taubah ayat 36 ini telah dijelaskan bahwa yang di maksud dengan bulan mulia ini hanya terdapat 4 bulan dalam setahun yang disebutkan dengan istilah Arba’atun Hurum. Imam Bukhari ketika menafsirkan ayat ini membawakan suatu hadits, “Dari Abu Bakrah ra  dari nabi saw, bersabda :
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya jaman itu berputar sebagaimana keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan mulia, tiga bulan berurutan yaitu Dhu al-Qa’dah, Dhu al-hijjah, Muharram dan Rajab Muḍor yang terletak antara Jumadi  dan Sya’ban” [4]
Sehingga beliau selaras dengan pendapat dari imam Nawawi yang memberikan penafsiran bahwa yang dimaksud dengan arba’atun hurum  dalam ayat tersebut adalah bulan Dhu al-Qa’dah, Dhu al-Hijjah, Muharram dan Rajab.


[1]Shihab, M Quraish, Tafsir al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid III (Ciputat: Lentera Hati, 2001), 11

[2] Disebut bulan mulia, karena bulan ini dimuliakan masyarakat Arab, sejak zaman jahiliyah sampai zaman Islam. Dr. Ibrahim Anis,Dr. Abdul Halim Muntasir dkk, Mu’jam al-Wasitd Juz 1 (Mesir: darul Ma’arif, 1972),498
[3] Penggalan dari surah at-Taubah ayat 36
[4] Abi Abdullah Muḥammād bin Ismail al-Bukhārȳ. Sahih al-Bukhārȳ ( Mesir: Darr al-Gad al-Gādid 2011), 4662

Teryata Bulan Ramadhan Bukan Bulan yang di Muliakan



Telah dijelaskan di muka mengenai kemuliaan beberapa bulan yang diistimewakan atas bulan-bulan lainnya, serta agungnya kesucian bulan-bulan tersebut. Allah telah berfirman adanya empat bulan dalam setahun sebagai bulan mulia yang mencakup bulan Dhu al-Qa’dah, Dhu al-Ḥijjah, Muḥarram dan Rajab dalam beberapa dalil yang lain disebutkan adanya bulan  Ramadhan  sebagai bulan yang paling tinggi kemuliaanya dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Sehingga di sini dapat diambil kesimpulan bahwasanya  Allah telah mengagungkan lima bulan dalam dua belas bulan empat di antaranya adalah bulan-bulan mulia dan yang satu adalah sebagai bulan yang istimewa.[1]
Allah SWT telah mewahyukan di dalam al-Qur’an tentang adanya empat bulan mulia diantaranya dalam QS. Al-Taubah ayat 36 dan QS Al-Baqarah ayat 217. Bulan mulia (suci) tersebut adalah Dhu al-Qa’dah, Dhu al-Ḥijjah, Muḥarram dan Rajab. Jadi sama sekali tidak disebutkan Ramadhan . Bulan Ramadhan  tidaklah termasuk sebagai bulan mulia[2]
Di keempat bulan mulia (suci) tersebut umat muslim dilarang untuk berperang. Sedang dibulan Ramadhan  umat muslim diperbolehkan untuk berperang, Contohnya adalah Perang Badar, salah satu perang termasyhur di jaman Rasulullāh saw justru terjadi pada tanggal 17 Ramadhan . Walau tidak termasuk bulan suci sesungguhnya Ramadhan  adalah bulan yang telah diangkat Allah sebagai penghulu bulan. sebagaimana sabda Rasulullah saw :
Penghulu segala bulan adalah bulan Ramadhan  dan penghulu segala hari adalah hari Jum’at” (H.R. Thabrani dan Baihaqi)
Sebagai Penghulu segala bulan (termasuk keempat bulan suci tentunya), Ramadhan  justru memiliki banyak keistimewaan diantaranya sebagai :
1.      Shahru al-Shiam (Bulan diwajibkan untuk berpuasa)
2.      Shahru al-Mubarak (Bulan berkah
3.      Shahru al-Qur’an (Bulan diturunkannya al-Qur’an)
4.      Shahru al-Muhasabah (Bulan introspeksi)
5.      Shahru al-Tarbiyah (Bulan Penggemblengan diri)
6.      Shahru al-Muwasah (Bulan peduli dan solidaritas)
7.      Shahru al-Sobri (Bulan kesabaran)
8.      Shahru al-Qiyām (Bulan menghidupkan malam hari dengan ibadah)
9.      Shahru al-Jihad (Bulan Perjuangan)
10.  Dan lain sebagianya
Terlepas dari maknawiyah kata mulia (dalam bahasa arab) dan kata suci sebagaimana yang kita fahami pastinya bagi kita sebagai umat muslim, Ramadhan  adalah Shahru al-Maghfirah. Bulan Ampunan dari segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan dibulan-bulan lainnya.


[1] Imam Al-Hasan Al-Bashri ra. mengatakan : “Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan mulia dan menutupnya juga dengan bulan yang mulia. Tidak ada bulan yang paling mulya disisi Allah setelah Ramadhan (selain bulan-bulan mulia)
[2] Secara bahasa atau maknawiah mulia artinya suci atau terlarang. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Edisi yang di Sempurnakan (Jakarta: Lentera Abadi), 323

Sejarah Kalender Hijriyah



Kalender Hijriah dalam Sejarah Peradaban Umat Islam.
Untuk menentukan jumlah hari dalam satu bulan metode yang digunakan sejak jaman sebelum turunya nabi Muḥammād sampai setelahnya dapat dikategorikan dalam dua jenis metode, yaitu kalender Syamsiyah jenis kalender yang mengunakan matahari sebagai pedoman perhitungannya  dan kalender Qamariyah yang mengunakan hitungan bulan[1]
1.      Pengertian Kalender Hijriah
Kalender Hijriah adalah kalender yang mengunakan hitungan hari berdasarkan peredaran bulan. Sehingga dalam pergantian hari dalam setiap harinya terjadi saat tenggelamnya matahari pada waktu setempat, tentunya hal ini berbeda dengan kalender masehi yang pergantian waktunya terjadi pada tenggah malam waktu setempat.
 Kalender hijriah adalah kalender umat Islam yang  dalam bahasa arab dikenal dengan nama التقويم الهجري  (al-taqwim al-hijry) , yang menjadi pedoman dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan kalender hijriah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya nabi Muḥammād  dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, kalender hijriah juga digunakan sebagai sistem kalender sehari-hari.
1.      Sejarah Lahirnya Kalender Hijriah
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada kalender hijriah berbeda dengan pada kalender masehi. Pada sistem kalender masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.[2]
Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun kalender masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru di titik apooge[3]. Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari.[4]
 Penetapan kalender hijriah dilakukan pada jaman Khalifah Umār bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah  saw dari Mekah ke Madinah. Kalender hijriah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata'ala: 
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan mulia. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS : At Taubah :36)
 Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muḥammād saw telah menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah saw adalah di tahun Gajah. Abu Musa Al-Asyāri sebagai salah satu gubernur di jaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminīn yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah  yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan.
Khalifah Umār lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsmān bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrāhmān bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqās r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillāh r.a. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muḥammād saw menjadi Rasul. [5]
Setelah melaui berbagai pertimbangan para sahabat yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah saw dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah  saw[6].
2.      Makna 12 bulan dalam kalender Hijriah
Nama-nama bulan dalam kalender hijriah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku di masa itu di bangsa Arab. Orang Arab memberi nama bulan-bulan mereka dengan melihat keadaan alam dan masyarakat pada masa-masa tertentu sepanjang tahun. Misalnya bulan Ramadhan , dinamai demikian karena pada bulan Ramadhan  waktu itu udara sangat panas seperti membakar kulit rasanya. Berikut adalah arti nama-nama bulan dalam Islam:[7]
a.         Muḥarram artinya: yang dimuliakan atau yang menjadi pantangan. Penamaan Muḥarram, sebab pada bulan itu dilarang menumpahkan darah atau berperang.
b.         Shafar, artinya: kosong. Penamaan Shafar, karena pada bulan itu semua orang laki-laki Arab dahulu pergi meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga dan berperang, sehingga pemukiman mereka kosong dari orang laki-laki.
c.         Rabi’ul Awal, artinya: berasal dari kata rabi’ (menetap) dan awal (pertama). Maksudnya masa kembalinya kaum laki-laki yang telah meninqgalkan rumah atau merantau. Jadi awal menetapnya kaum laki-laki di rumah. Pada bulan ini banyak peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain: nabi Muḥammād  saw lahir, diangkat menjadi Rasul, melakukan hijrah, dan wafat pada bulan ini juga.
d.        Rabi’ul Akhir, artinya: masa menetapnya kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan.
e.         Jumadi al-Awal nama bulan kelima. Berasal dari kata jumadi (kering) dan awal (pertama). Penamaan Jumadil Awal, karena bulan ini merupakan awal musim kemarau, di mana mulai terjadi kekeringan.
f.          Jumadi al-Akhir, artinya: musim kemarau yang penghabisan.
g.         Rajab artinya: mulia. Penamaan Rajab, karena bangsa Arab masa dulu sangat memuliakan bulan ini, antara lain dengan melarang berperang.
h.         Sya’ban, artinya: berkelompok. Penamaan Sya’ban karena orang-orang Arab pada bulan ini lazimnya berkelompok mencari nafkah. Peristiwa penting bagi umat Islam yang terjadi pada bulan ini adalah perpindahan kiblat dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah (Baitullāh).
i.           Ramadhan , artinya: sangat panas. Bulan Ramadhan  merupakan satu-satunya bulan yang tersebut dalam al-Qur’an, Satu bulan yang memiliki keutamaan, kesucian, dan aneka keistimewaan. Hal itu dikarenakan peristiwa-peristiwa penting seperti: Allah menurunkan ayat-ayat al-Qur’an pertama kali, ada malam Lailātul Qadar, yakni malam yang sangat tinggi nilainya, karena para malaikat turun untuk memberkati orang-orang beriman yang sedang beribadah, bulan ini ditetapkan sebagai waktu ibadah puasa wajib, pada bulan ini kaurm muslimin dapat menaklukan kaum musyrik dalarn perang Badar Kubra dan pada bulan ini juga nabi Muḥammād  saw berhasil mengambil alih kota Mekah dan mengakhiri penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaum musyrik.
j.           Syawal, artinya: kebahagiaan. Maksudnya kembalinya manusia ke dalam fitrah (kesucian) karena usai menunaikan ibadah puasa dan membayar zakat serta saling bermaaf-maafan. Itulah yang mernbahagiakan.
k.         Dhu al-Qa’dah berasal dari kata dhu (pemilik) dan Qa’dah (duduk). Penamaan Dhu al-Qa’dah, karena bulan itu merupakan waktu istirahat bagi kaum laki-laki Arab dahulu. Mereka menikmatmnya dengan duduk-duduk di rumah.
l.           Dhu al-Hijjah artinya: yang menunaikan Haji. Penamaan Dhu al-Hijjah, sebab pada bulan ini umat Islam sejak nabi Adam as. menunaikan ibadah Haji.


[1] hitungan berdasarkan jalannya Matahari. Tanggal satu dihitung mulai jam 24.00. Satu tahun 365,2425hari =365hari 5 jam 48 menit, 46 detik, selisih dari sistem kalender Masehi dari  kalender Qamariyah adalah 10 hari 21 jam 40 menit 11,32 detik.Habib Mustafa Sejarah ( Penerbit: Yudistira 2000), 86
[2] Kalender hijriah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Habib Mustafa Sejarah ( Penerbit: Yudistira 2000), 86
[3] yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion) Mulyadi Kartanegara, Islam Buat yang Ingin Tahu ( Jakarta: Erlangga 2000), 89
[4] Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.Mikrajuddin Abdullah, Fisika SMP dan MTS untuk kelas IX (Jakata: Erlangga 2003), 184
[5]Kalender Islam, www. Wikipedia.com diakses tanggal 4 Juni 2012
[6] Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah Arab, Islam Buat yang Ingin Tahu ( Jakarta: Erlangga 2000), 84
[7] Sejarah Kalender Hijriah, www.percetakanpetraya.com, diakses tanggal 4 Juni 2012

Pengikut